Palangka Raya - Aksi bagi-bagi sembako terus digelar oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Pemprov Kalteng). Ribuan paket sembako terus disebar ke seluruh penjuru wilayah di Kalteng oleh Gubernur Sugianto Sabran.
Bantuan paket sembako yang disalurkan tersebut terdiri dari beras 10 kg, gula 1 kg, dan minyak goreng 1 liter dengan nilai Rp198.500 per paket. Ajaibnya, setiap penerima paket sembako mendapat subsidi dari Pemprov Kalteng sebesar Rp178.500 sehingga masyarakat hanya “perlu” menebus sebesar Rp20.000 per paketnya. Nah di sini letak “akal-akalannya”, kekurangan yang Rp20.000 kembali disubsidi oleh Gubernur Kalteng Sugianto Sabran sehingga masyarakat bisa mendapatkannya secara gratis.
Janggalnya, aksi bagi-bagi sembako yang sangat intens itu dilakukan di masa kampanye Pilgub Kalteng 2024. Tentu saja aksi pembagian sembako "ilegal" ini rawan dengan konflik kepentingan. Kakak kandung Gubernur Kalteng, Sugianto Sabran yang baru saja “dipecat” keanggotaannya dari Fraksi PDIP di DPR-RI, Agustiar Sabran berduet dengan Wagub Kalteng petahana, Edy Pratowo di Pilgub Kalteng sekarang. Sugianto Sabran sendiri sudah tidak bisa “nyalon” karena sudah menjabat gubernur selama dua periode.
Sugianto Sabran berdalih, aksi bagi-bagi sembako yang dikemas dengan pasar murah tersebut demi mengendalikan inflasi dan menjaga kestabilan harga kebutuhan pokok bahkan untuk mencegah stunting. Sebuah alasan yang salah kaprah mengingat pembagian sembako hanya ditujukan untuk daerah-daerah tertentu, terutama daerah basis pesaing Agustiar Sabran dan Edy Pratowo.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati menilai, hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran dalam Pemilu. Penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) dari sumber anggaran negara (APBN/APBD) termasuk kategori politik uang saat masa kampanye dan sudah masuk kategori pelanggaran pidana Pemilu. Apalagi, bentuk pennyalahgunaan tersebut seperti pembagian sembako kemudian disertai foto paslon yang berkontestasi dalam Pilkada.
“Bagi sembako gunakan fasilitas negara seperti aneka macam bansos bersumber dari APBN/APBD itu kategori politik uang di masa pemilu. Apalagi bagi-bagi uang seperti bantuan, barang dan lain-lain,” kata Khoirunnisa.
Menurut Khoirunnisa, politik uang menjadi persoalan yang tak pernah selesai setiap pesta demokrasi di Indonesia. Praktik menyuap pilihan masyarakat menjadi masalah klasik dalam setiap perhelatan pesta demokrasi.
“Perlu ada tindakan tegas dari penyelenggara Pemilu yaitu Bawaslu untuk memberikan sanksi kepada paslon yang ketahuan memberikan Bansos. Bawaslu tidak boleh “tidur” apalagi mendiamkan kasus itu terjadi di depan mata mereka serta fulgar dan kasar,” ungkap Khoirunnisa.