Pontianak - Perhelatan para melati himpunan di arena Musyawarah Nasional Korps HMI-Wati (KOHATI) XXV masih terus berlanjut, walaupun direncanakan awalnya terlaksana mulai Tanggal 24 hingga 29 November 2023 namun forum sampai dengan Minggu, 03 Desember 2023 masih belum melahirkan Formature Ketua Umum KOHATI PB HMI Periode 2023-2025.
Pasalnya, beredar kabar di media massa bahwa telah terpilihnya salah satu kandidat (Sri Meisista) menjadi Formatur Ketua Umum KOHATI PB. Namun faktanya, Forum MUNAS dipaksakan berlanjut tanpa menyelesaikan dua masalah penting. Pertama, presidium sidang tetap melanjutkan pleno IV tanpa menemukan berkas persidangan yang hilang, sementara di dalam berkas yang hilang tersebut ada aturan tentang Pemilihan Formatur akan berlanjut ke Putaran II dan keputusan tersebut disepakati secara Musyawarah Mufakat. Kedua, forum yang menetapkan Saudari Sri Meisista sebagai Formatur tidak memenuhi syarat Quorum, namun presidium sidang memaksakan menetapkan Saudari Meisista sebagai Formatur.
Adapun point- point pelanggarannya sebagai berikut :
1. Tidak ada putaran kedua yg sdh disepakati oleh peserta forum
2. Penetapan dilakukan pada saat Di skorsing dan peserta sebagian diluar forum
3. Draf sidang asli disembunyikan dan penetapan formatur terpilih pakai Draft sidang yang palsu
4. Saat penetapan tidak ada pimpinan sidang 3
5. PK ketetapan putaran kedua belum dilaksanakn tapi mereka tetap melanjutkan persidangan
6. Masuknya MC kandidat yang mengintervensi forum supaya anarkis dan kekerasan
7. Adanya Intervensi dari SC untuk mengganti presidium sidang 3 padahal forum masih berlangsung dengan damai
8. Terjadi tindak pidana kekerasan pemukulan yang menyebabkan kader kader banyak yang tumbang sampai masuk rumah sakit
9. Forum tidak ber kemanusiaan dengan tidak memberikan waktu untuk pelaksanaan sholat dan makan berlangsung 24 jam non stop
10. . Formateur tidak Qourum
11. Suara nya tidak memenuhi 50%+1 untuk ditetapkan sebagai Formateur terpilih
Banyak pihak yang menyayangkan beredarnya berita tersebut, karena akan menciderai konstitusi dan sejarah akan terulang. Serta memberikan kesan ambisi dan politik praktis tanpa mengedepankan landasan AD/ART Kohati (Pedoman Dasar Kohati/PDK), alias inkonstitusional.